MAKALAH
SENI
BUDAYA
Makalah ini digunakan untuk memenuhi
tugas seni budaya
Pembimbing :
Ari
Hadi Santoso, S.Pd
Disusun
oleh :
Elsa
Widya Ningrum (03)
Lutfia
Firliana Sutanur (07)
Nilafa’atul
Maya M. (08)
Yolanda
Putri Santoso (12)
SMK
KESEHATAN
BHAKTI
INDONESIA MEDIKA KOTA KEDIRI
SEMESTER
GANJIL
1.1 Upacara daur
hidup
Adat
istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Jawa khususnya kediri masih dipelihara dan dihormati. Dalam
daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat seperti:
upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak, Perkawinan,
Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal
upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa
syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin dunia dan akhirat.
Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Timur dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2.
Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3.
Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
5.
Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
6 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
7.
Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
8.
Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
9. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
1.2 Cerita
rakyat
Ada banyak
sekali cerita rakyat yang ada di Kediri, salah satunya adalah:
Arca Totok Kerot Pagu, Kediri, Jawa
Timur
- merupakan patung raksasa Dwarapala dengan tinggi sekitar 3 meter. Arca ini
merupakan sebuah peninggalan sejarah masa lalu dari kerajaan Pamenang Kediri dengan
ciri-ciri adanya hiasan Candrakapala, berupa tengkorak bertaring diatas bulan
sabit. Hiasan Candrakapala merupakan lambang dari Kerajaan Kediri dan hiasan
ini terletak di atas kepala Arca Totok Kerot. Kemungkinan, Arca Totok
Kerot ini merupakan pintu gerbang sebelah barat istana kerajaan Kediri atau
bisa juga merupakan pintu masuk ke sebuah candi. Belum ada penjelasan pasti
tentang hal tersebut karena belum pernah dilakukannya penggalian disekitar
arca.
Pada
Sekitar tahun 1981, penduduk sekitar melaporkan ada benda besar dalam sebuah
gundukan di tengah sawah dan berada di bawah pohon besar. Pada tahun itupu
gundukan tersebut digali hingga memperlihatkan sosok Arca sebuah arca.
Namun penggalian tersebut hanya menampakkan setengah badan bagian atas dari
arca. Dan tahun 1983 Pemerintah mulai memperbaiki daerah sekitar Arca dengan
membangun jalan menuju arca dan menutup gorong - gorong di depan arca. Dan Arca
Totok Kerot masih tetap dibiarkan terbenam setengah badan di dalam
tanah. Lokasi dari arca ini berada di Desa Bulupasar, Kecamapatan Pagu,
Kabupaten Kediri, atau sekitar 11 kilometer sebelah selatan Petilasan Sri
Aji Jayabaya di Desa Menang. Wujud Dari Arca Totok Kerot ini berupa seorang
buto atau raksasa perempuan dengan rambut terurai, duduk jongkok satu kaki
tegak, mata melotot, mengenakan mahkota dan kalung berbandul terkorak dan satu
lengan sebelah kiri putus.
Ada
sebuah legenda yang melekat di Arca Totok Kerot ini. Dikisahkan dalam sebuah
cerita rakyat yang terkenal di Kediri bahwa sebenarnya Totok Kerot
tersebut adalah penjelmaan puteri cantik dari seorang demang di Lodaya (Lodoyo)
Blitar. Yang ingin diperistri oleh Sri Aji Jayabaya. Karena tak
mendapatkan restu orang tua, sang puteri nekat datang ke Kediri dan terlibat
peperangan dengan pasukan dari Kerajaan Kediri, dimana diceritakan kemenangan
akhirnya berpihak kepada sang putri tersebut dan sebagai tuntutan atas
kemenangannya, sang puteri berkeras ingin ditemui oleh Prabu Sri Aji Jayabaya,
dan apabila keinginan tersebut tak dikabulkan putri tersebut akan berbuat
onar.\
1.3 Permainan
Rakyat Tradisional
-
Permainan dakon
Bermain
adalah kebutuhan anak-anak yang paling mendasar. Apapun permainannya, selama
tidak berat-berat dan lingkungannya aman, ini sangat membantu untuk
menghilangkan kebosanan menunggu waktu berbuka puasa untuk anak. Beruntung jika
Ibu memiliki tetangga dengan anak yang seumur, dengan begitu mereka bisa
bermain bersama di sekitar rumah.Tidak ada salahnya membiarkan anak bermain
dengan teman-teman disekitar rumah, tentu sebaiknya dilakukan di sore hari yang
sudah mendekati waktu berbuka. Jam-jam ini pula yang paling menjemukan bagi
anak. Anak biasanya akan melupakan rasa laparnya saat ia melakukan aktivitas
yang seru dan membuatnya senang. Tentunya Ibu perlu mengingatkan asal jangan
sampai berlebihan saja. Salah satu permainan yang menyenangkan dan tidak terlalu
berat untuk anak adalah permainan congklak.
-
Permainan
Congklak
Permainan
congklak adalah salah satu permainan tradisional yang sering dimainkan oleh
anak-anak bahkan para remaja khususnya wanita di daerah-daerah. Pada dasarnya,
permainan congklak adalah permainan yang menggunakan papan kayu berlubang dan
beberapa biji-bijian dengan jumlah tertentu. Papan tersebut memiliki lubang
yang umumnya berjumlah 16 buah. 16 buah lubang yang ada ddi papan tersebut
tidaklah sejajar dan lurus, namun 7 buah lubang saling berhadap-hadapan dan 2
lubang lainnya masing-masing berada di ujung kanan dan kirinya, tepat berada di
tengah denegan ukuran yang lebih besar. Lubang yang dipojokan di beri nama
lumbung yang memang untuk menyimpan biji-bijian milik pemain.
Jumlah
biji yang diperlukan untuk bermain dakon/congklak ini adalah 98 biji. Biji yang
digunakan pada jaman dahulu dari isi buah sawo atau kerikil, namun dengan
perkembangan jaman biji yang dipakai bisa dari apa saja. Masing-masing
lubang diisi oleh 7 buah biji kecuali pada bagian lumbung yang dibiarkan
kosong karena untuk menampung biji yang dimiliki oleh kedua pemain. Cara
bermain congklak inipun sangat mudah, pemain menebarkan biji-biji atau juga
sering disebut dengan buah congklak kedalam setiap lubang termasuk lumbungnya.
Jika
biji yang ditebar telah habis di lubang kecil yang berisi dengan biji yang lainnya, pemain bisa mengambil semua biji
yang kemudian dilanjutkan menebar biji hingga biji tersebut berhenti pada
lubang yang tak berisi biji. Jika biji berhenti di Lumbung miliknya, maka
pemain berhak mengambil biji yang ada dilubang untuk terus menebar biji
memutar. Namun jika biji yang ditebar habis pada lubang milik lawannya, maka
dia tidak akan mendapat apa-apa dan permainan diambil alih oleh sang penantang.
Dahulu di jawa, ketika saya sedang ada dalam permainan ini ada istilah “nembak”
dan “mikul“. Mikul terjadi jika biji yang dijalankan berhenti di lubang yang
kosong yang berada ditengah-tengah antara kedua lubang yang ada isinya. Pemain
berhak mengambil biji dalam ketiga lubang dan menaruk di dalam lumbungnya.
Sedangkan nembak bisa terjadi jika pemain berhenti di lubangnya yang kosong
kemudian di seberang/ lubang lawan terdapat biji, maka pemain berhak mengambil
biji milik lawannya untuk kembali menjadi isi lumbungnya. Permainan ini usai
ketika semua biji habis ditebar dan pemenangnya adalah pemain yang memiliki
biji lebih banyak.
Permainan ini
umum dimainkan oleh ramaja putri dan mungkin permainan ini juga sangat identik
dengan wanita. Namun, beberapa pendapat mengatakan, permainan ini ada hubungan
erat dengan manajemen dan sistem pengelolaan uang. Dan seorang wanitalah yang
mempunyai peran penting dalam pengelolaan uang dalam rumah tangganya. Permainan
congklak/dakon ini juga menggambarkan ketelitian seorang wanita dalam
menghitung.
Permainan ini
sudah ada di beberapa daerah di penjuru seluruh Indonesia. Di tiap daerah-pun
nama-nama dari congklak/dakon ini dikenal dengan nama yang berbeda, dan nama
congklak, dhakonan, dhakon atau dakon ini lebih dikenal di Pulau Jawa. Di
Sulawesi permainan ini dinamakan dengan beberapa nama yaitu makotan,
anggalacang, nogarata dan manggaleceng. Sedangkan nama Congkak diberikan oleh
warga Pulau Sumatera yang berkebudayaan melayu. Dan di Lampung sendiri,
permainan ini dikenal dengan nama dentuman lamban. Meski berbeda-beda namanya,
permainan ini mempunyai cara bermain yang sama, hmm.. jadi seperti semboyan
negeri Indonesia ya.. Bhineka Tunggal Ika.